MEDIA LIGHT 21 - Living Alongside Information
Internet
dapat diibaratkan sebagai seluruh lautan di bumi ini--kita tahu bagian mana
yang dalam, bagian mana yang dangkal, bagian mana yang memiliki jenis arus apa,
tapi kita tidak bisa mengendalikan lautan. Kita tahu situs apa yang kita
inginkan, dan cara mencarinya, namun tidak ada yang memiliki kendali penuh atas
internet.
Inilah
hal yang menyebabkan hukum dan konstitusi masih memiliki pegangan yang licin
terhadap media baru; skalanya yang besar dan mencakup berbagai negara
sekaligus. Lalu, mengapa mereka tidak membuat sebuah hukum yang mencakup segala
aspek media baru?
Halangan
yang terkait dengan pertanyaan tersebut adalah, pertama, karena kebebasan
informasi dalam media online juga tidak terkecuali dari hak asasi manusia yang
paling dasar, yaitu untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Dengan
mengeluarkan hukum yang membatasi penggunaan media baru, secara tidak langsung
hukum juga bersangkutan dengan konstitusi hak asasi manusia, yang telah
disetujui secara internasional.
Halangan
yang kedua adalah karena konstitusi negara hanya berlaku dalam jangkauan
tertentu—artinya, seseorang dapat melakukan kejahatan siber dari sebuah negara
yang konstitusinya kurang ketat. Terlebih lagi, karena sifatnya yang tidak
fisik, segala tindakan dalam media online sulit dilacak keberadaannya. Bahkan,
meskipun sebuah tindakan telah berhasil dilacak, apabila pelakunya ditemukan
berada di negara lain, yurisdiksi konstitusi negara asalnya tidak akan berlaku,
dan kasus tersebut akan menjadi urusan tingkat internasional.
Kesimpulannya, media
online dapat mengambil bentuk apapun yang ia inginkan, dan membuat serangkaian
peraturan baru tak tertulis bersamanya. Daripada terus melihat media online
sebagai sebuah “media”, mungkin akan lebih tepat untuk memandangnya sebagai
sebuah “dunia”—dunia maya, di mana terdapat segala aspek sosial dari dunia
nyata, namun dalam bentuk tidak fisik—e-commerce, e-government, e-learning, dan
seterusnya.
Salah
satu pendapat adalah bahwa hukum media konvensional masih dapat berlaku
terhadap media baru, hanya saja diperlukan beberapa penyusunan ulang kata-kata
dalam konstitusi. Namun, pada kenyataannya, setelah dikaji lebih lanjut, media
baru benar-benar berbeda dari bentuk media konvensional, dan diperlukan pula
seperangkat peraturan baru untuk membimbing penggunaannya (Van Dijk, 1999:
132).
Diperlukan
pendekatan baru terhadap media baru. Sejauh ini, pendekatan konstitusi dan
semacamnya terhadap media baru hanya berorientasi terhadap organisasi media
pemilik dan upaya badan hukum menampungnya, namun belum ada tindakan yang
konkret dalam mencegah penyalahgunaan media baru dari akarnya—para pengguna itu
sendiri. Pemerintahan hanya “mengancam” bahwa mereka yang tertangkap melakukan
penyalahgunaan media baru akan dikenakan tuntutan hukum—meskipun realita
berkata lain. Kasus menyangkut kriminalitas siber sangat sulit dilacak, dan
sedikit tindak lanjut telah dilakukan.
Edukasi
mengenai media harus mulai diterapkan secara meluas, karena media sekarang
telah “berevolusi” menjadi lebih dari sekedar sarana bagi organisasi media
untuk menyalurkan pesan ke audiens mereka. Kita sekarang berkomunikasi
menggunakannya, mencari konten komedi, berita secara cepat—media telah menjadi
bagian dari tubuh manusia, sebuah organ yang tertanam dan telah berakar—tidak
mungkin dicabut secara tiba-tiba, namun dapat digunakan secara efisien dan
efektif.
Untuk
mengakhiri, sekali lagi, quote
Marshall McLuhan akan diutarakan; medium
is the message. Pesan ini merupakan dasar untuk membentuk literasi media,
yang diperlukan agar kita dapat bertahan dan tidak terhanyut dalam lautan
informasi yang arusnya tidak dapat dikendalikan oleh siapapun.
DAFTAR
PUSTAKA
Dijk, J. (1999). The Network Society: Social Aspects of New
Media. London: Sage Publications
Hutagulung, Sophar M.
(2012). Hak Cipta: Kedudukan &
Peranannya dalam Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika
Lestarini, Ade H. (2014). Sederet Kasus Plagiarisme di Kampus.
Dikutip tanggal 27 Desember 2016 dari
http://news.okezone.com/read/2014/02/25/373/946214/sederet-kasus-plagiarisme-di-kampus
McDougall, Julian. (2012). Media Studies. Abingdon, Oxon: Routledge
McQuail,
Denis. (2009). Teori Komunikasi Massa.
Jakarta: Salemba Humanika.
Mulyana,
Deddy (2008). Ilmu Komunikasi: Suatu
Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Potter, W. James.
(2008). Media literacy. Thousand Oaks: Sage Publications

No comments: