MEDIA LIGHT 20 - Kebebasan Tanpa Kendali, Informasi Tanpa Klarifikasi
"Media"
ini diklasifikasikan sebagai sebuah media karena sifatnya yang cenderung
berorientasi komunikasi dan informasi--namun, pada kenyataannya, media baru
telah merevolusionerkan berbagai aspek sosial. Berbagai bidang, baik itu
ekonomi, politik, pendidikan dan seterusnya, mulai menerapkan internet dalam
aktivitas mereka. Media baru yang dapat menyesuaikan diri dan digunakan oleh
berbagai aspek ini telah menyebabkan semacam “peleburan” dalam aspek-aspek
sosial.
Contohnya,
dalam bidang komunikasi itu sendiri. Media baru merupakan bentuk media yang
memburamkan batas antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal. Ia
menganut model yang tidak dapat ditentukan secara pasti. Misalkan, komunikasi
biasa dapat dijelaskan dengan model Shannon & Weaver, di mana pesan datang
dari komunikator, melewati barrier dan noise, dan sampai ke komunikan, atau
seperti model Berlo, yang memperhitungkan dapat dipercaya atau tidaknya
komunikator dan pengaruhnya terhadap kemudahan penerimaan pesan oleh komunikan
(Mulyana, 2008: 149).
Media
baru terkadang tidak menganut model-model seperti yang telah diutarakan
tersebut. Pengguna dapat saja mempercayai sebuah informasi yang asalnya tidak
diketahui secara pasti, dan akhirnya terjebak dalam hoax. Media baru tidak
memiliki satu bentuk interaksi yang mutlak berlaku untuk semua aktivitasnya.
Dan media baru dalam bidang komunikasi ini hanyalah salah satu dari banyaknya
bidang yang dirombak besar-besaran oleh kemunculannya.
Media Online: Dapat Dipercaya?
Persepsi
umum terhadap media baru adalah bahwa para "kontributor" datanya
merupakan ahli yang memiliki pengalaman dalam bidang mereka. Ini merupakan
kesalahan pertama dalam penggunaan media baru secara membabi-buta.
Kenyataannya, media online hanya melakukan tidak lebih dari sebuah
"pembiasan" informasi.
Dengan
kata lain, para "kontributor" ini belum tentu dapat disebut sebuah
kontributor, melainkan hanya sebuah distributor. Misalkan pada situs-situs fun
fact yang tak terhitung jumlahnya di internet; mereka hanya melihat
kejadian-kejadian yang dianggap aneh dan jarang diketahui khalayak umum,
kemudian mengemas informasi tersebut dalam sebuah gambar yang menarik
perhatian, dan disebarkan dalam situs mereka.
Bahkan,
besar kemungkinannya mereka hanya melakukan Google search mengenai
"hal-hal yang tidak bisa dijelaskan oleh ilmuwan" dan menempelkan
label "mistis" pada informasi mereka. Apakah informasi tersebut
akurat? Sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut, belum tentu. Apakah
informasi tersebut menarik perhatian? Kemungkinan besar, ya.
Khalayak
terus-menerus melahap informasi "bekas" ini, dan anehnya, secara
tidak disadari telah muncul pandangan bahwa apa yang ada di internet pasti
benar--entah itu karena mereka percaya sumbernya, atau karena Google telah menyelesaikan
sebagian besar pekerjaan rumah mereka.
Sayangnya,
sedikit sekali menyadari hal ini. Terutama di Indonesia, media konvensional
sudah mulai menganut media online sebagai sumber data yang dianggap
"akurat". Satu persatu muncul acara-acara di televisi yang mengangkat
fun facts tersebut menjadi bahan pembicaraannya. Apakah acara-acara seperti ini
dikategorikan sebagai acara pendidikan, ataukah entertainment?
Meskipun
tujuan awalnya adalah menyampaikan fakta yang sedikit berpengaruh langsung
terhadap kehidupan khalayak, belum tentu para audiens mempersepsinya secara
demikian pula. Andaikan mereka menganggap acara tersebut sebagai
"mendidik", akan muncul standar baru dalam jurnalisme pendidikan di
Indonesia--standar yang memerlukan sumber dalam media online untuk dapat
dipercaya.
(berlanjut di MEDIA LIGHT 21)


No comments: