MEDIA LIGHT 15 - Indonesia: Who Owns the Media?
Media merupakan alat yang kuat. Ia bisa
menjangkau area yang kian semakin luas seiring dengan perkembangan teknologi
untuk menyampaikan informasi ke khalayak yang ditujunya. Oleh karena itu,
mereka yang memiliki media dapat berpengaruh terhadap perkembangan dan bahkan
membentuk cara pemikiran bangsa. Mengesampingkan media online,
bentuk media massa yang terbuka bagi semua untuk ikut berkontribusi di
dalamnya, media merupakan sarana yang dimiliki hanya oleh perusahaan-perusahaan.
Di Indonesia, sebuah negara yang
masih berkembang dan masih menerima teknologi dari dunia, media dimiliki hanya
oleh segelintir kelompok. Seluruh kekuatan untuk menyampaikan informasi ke
masyarakat berada di tangan segelintir kelompok ini. Jelas telah terjadi
konglomerasi dalam kepemilikan media.
McChesney dalam jurnal
penelitiannya yang berjudul The problem
of the media: U.S. communication politics in the Twenty-First century menulis
bahwa “Institusi beserta struktur dan peraturannya yang diciptakan untuk
mengatur cara kerja media akan membentuk sifat dan pesan-pesan media tersebut.
Artinya, masalah dalam media terbagi menjadi dua jenis; yang pertama adalah
konten yang dihasilkan media, dan yang kedua adalah institusi yang
mengendalikan media tersebut” (McChesney, 2004: 1).
Menurut teori ini, pemegang kuasa
dalam media memiliki pengaruh langsung terhadap informasi yang dikeluarkan oleh
media dan, konsekuensinya, membentuk pula para khalayaknya. Lebih penting lagi,
masalah-masalah yang sudah biasa dalam media bersumber dari dua faktor ini,
yang berkaitan langsung satu dengan yang lain.
Pasca jatuhnya Soeharto pada
tahun 1998, muncul banyak media baru sebagai hasil dari upaya demokratisasi
yang tidak dimungkinkan saat rezim Soeharto. Namun, pada tahun 2012, Lim (2012)
mengutarakan dalam penelitiannya bahwa media di Indonesia hanya dimiliki oleh
13 grup saja, satu di antaranya dimiliki oleh negara. Jadi, seluruh kekuasaan
pengedaran informasi berada di 12 kelompok ini.
Mengerucutnya jumlah kepemilikan
media ini tentunya memiliki pengaruh. Yang pertama, ini berarti bahwa
kebanyakan masyarakat Indonesia terpapar kepada berita yang dikeluarkan oleh
kelompok-kelompok media ini, yang mungkin memiliki motivasi untuk menggunakan
media demi kepentingan lain, baik itu ekonomi, politik, maupun pribadi.
Terlebih lagi, masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mendapatkan pendidikan
tentang media untuk mengetahui hal ini. Pandangan mereka terbentuk oleh
pesan-pesan yang dikeluarkan media setiap harinya, meskipun ada kemungkinan di
setiap pesan-pesan tersebut terdapat sebuah motivasi yang tersembunyi.
“Para pemilik media secara umum
memiliki kepentingan finansial dan strategis yang menimbulkan upaya untuk
memengaruhi pengambilan keputusan politik. … Untuk alasan-alasan pemilu, para
politikus seringkali diwajibkan untuk meminta dukungan media yang besar”
(McQuail, 2009: 270). Pernyataan McQuail berarti bahwa media merupakan senjata
yang kuat bagi para politikus, karena media merupakan jembatan yang
menghubungkan politikus dengan masyarakat. Mereka harus mencari dukungan agar
mereka tampak baik di mata masyarakat.
Jadi, bagaimana apabila media itu,
senjata terbesar itu sendiri sudah berada dalam kekuasaan politikus tersebut?
Tentunya dari waktu ke waktu akan ada beberapa manipulasi pesan yang
dikeluarkan oleh media, yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip jurnalisme
yang sebenarnya. McChesney (2004: 3) berpendapat bahwa “dilemma” antara kedua
prioritas—etika jurnalisme dengan kepentingan perusahaan—adalah yang menjadi
sumber masalah dalam pesan media.
Dampak lain dari konglomerasi
media adalah, seperti halnya dengan pasar pada umumnya, menjadi sulitnya bagi
para pemilik media baru untuk masuk dan bersaing di pasar ini. 12 kelompok ini
memiliki kekuatan yang besar tidak hanya di bidang media, dan sudah memiliki
reputasi di beberapa tahun terakhir ini. Mereka yang ingin ikut bersaing
sebagai “pemula” di dunia media Indonesia harus dapat bertahan.
Dan dampak yang terakhir adalah
uniformitas atau keseragaman pesan yang dikeluarkan oleh media. 12 kelompok ini
masing-masing memiliki segelintir media tersendiri, dan apabila perusahaan
memiliki kepentingan, seluruh media tersebut akan mengeluarkan pesan untuk
menguntungkan organisasinya. Bahkan, akan terdapat benturan kepentingan antar
organisasi, umumnya untuk kepentingan politik yang, sekali lagi, telah menjadi
tujuan bagi para pemilik media yang juga merupakan politikus ini.
(berlanjut di MEDIA LIGHT 17)

No comments: