MEDIA LIGHT 29 - Air Mata Industri Media Massa
Tahun 2017 sudah
diakhir jalan, namun kita sudah melihat air mata industry media massa mengalir
deras seperti sungai di musim hujan. Koran Tempo dikabarkan akan segera menutup
sebagian operasinya (versi cetak), menyusul Koran Sindo yang sudah dulu
menempuh jalan itu. HAI dan beberapa majalah / tabloid beken lainnya menelan
nasib serupa. Di benua biru sana, Inggris tepatnya. Tahun lalu the Independet
dan The New sudah lebih dahulu tutup usia, begitupun Koran legendaris milik
Spanyol bernama El pais. Yang membuat kita sedih sebenarnya bukan itu. Berhenti
beroperasinya sebuah institusi media hampir sepenuhnya hitungan bisnis belaka,
hanya soal untung rugi.
![]() |
| credit image : enciety.co |
Masa
depan media cetak kian suram -mengenaskan. Kejayaan media cetak memang sudah
jatuh dilindas kemajuan teknologi internet dengan kehadiran media online, media sosial, jurnalisme
warga, dan jurnalisme
media sosial.
Seperti prediksi Manifesto Internet delapan tahun lalu, internet adalah
kerajaan media berukuran saku. "The Internet is a pocket-sized media
empire," demikian poin kedua Manifesto
Internet - How Journalism Work Today.
Survei
yang dilansir di laman Inside ID menyebutkan media online seperti
internet, media sosial, dan koran atau majalah elektronik menjadi sumber berita
teratas yang digemari oleh masyarakat saat ini. Koran
(media cetak) masih bisa bertahan karena sebuah tradisi pria berupa minum kopi
sambil baca koran di pagi hari. Riset Inside.ID menyatakan, hanya dua dari 10
orang di Indonesia yang masih baca koran. Lebih dari 92% responden menjadikan
internet sebagai sumber informasi.
Menjamurnya jurnalisme umpan klik (clickbait) dan lemahnya disiplin verifikasi
berita menjadi ancaman bagi masa depan jurnalistik. Kaidah penulisan judul yang
tidak lagi diindahkan dapat meluas menjadi pengabaian terhadap teori penulisan
berita secara keseluruhan.
Yang menyedihkan
atau bahkan mengerikan adalah kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat kita
setiap hari hanya mengunyah informasi tidak terkurasi dan bahkan palsu. Melalui
kanal – kanal digital dan sosial media yang demikian mereka cintai. Dan dengan pandir
mereka kemudian menyatakan diri sebagai masyarakat yang well-informed. Padahal
tidak etis jika masyarakat well-informed sarapannya berita hoax.
Referensi :
Riset yang dilakukan oleh Inside.ID terhadap 273 responden tentang “Media
yang Digunakan untuk Mencari berita” di seluruh Indonesia pada Maret-Mei 2016
Artikel Internet manifesto - How Journalism Work
Today tahun 2009

No comments: